PERTEMPURAN BARISAN SELEMPANG MERAH KUALA TUNGKAL 1949. - Tanjab Tempo Doeloe
Headlines News :
Home » » PERTEMPURAN BARISAN SELEMPANG MERAH KUALA TUNGKAL 1949.

PERTEMPURAN BARISAN SELEMPANG MERAH KUALA TUNGKAL 1949.

Written By Tungkal on Wednesday, October 5, 2016 | 5:19 PM



CERITA SINGKAT PANGLIMA ADUL
PANGLIMA BARISAN SELEMPANG MERAH KUALA TUNGKAL[1]
Oleh: Syamsul Bahri

Gambar 1: Panglima Adul (Abdul Shomad)
Sebelum Agresi Militer Pertama, Ilmu SM belum terdengar di telinga masyarakat. Namun setelah pertempuran Agresi Militer Kedua tiba-tiba muncullah BSM secara otomatis melalui solidaritas masyarakat dan sangat menggugah semangat untuk bertempur. Pada saat itu barulah diketahui siapa yang telah mengamalkan SM ini sebelumnya.[2]
Setelah Belanda menguasai dan menduduki Kuala Tungkal, kira-kira jam 16.00-17.00 sore hari Jum’at itu juga, 3 orang BSM, yaitu H. Saman, Ma’ruf (Aruf) dan Masrun mengadakan pengintaian atas gerak-gerik tentara Belanda di Kuala Tungkal. Tepat pada jam 23.00 malam baru mereka pulang kembali ke Parit Selamat. Mereka mengadakan pengintaian dengan menggunakan perahu kecil (jungkung) atas perintah Panglima Adul (Abdul Shamad). Sesudah itu, menurut keterangan dari beberapa anggota BSM yakni Ahmad Kurnia dan Asnawi Badrun bahwa pada hari Sabtu malam Minggu tanggal 22 Januari 1949 Guru Abdul Shamad pergi ke Parit H. Yusuf (Tungkal V) untuk menemui Guru H. M. Daud Arif (adik ipar Guru Abdul Shamad) yang pada waktu itu yang sudah mengungsi ke Parit H. Yusuf seberang Kuala Tungkal.[3] Pertemuan dalam rangka membicarakan bagaimana perjuangan selanjutnya.
Abdul Shamad, terkadang disebut juga Panglima Adul, Panglima Adul Shamad (Abang ipar Guru H. M. Daud Arif, istrinya adalah adik dari Panglima Adul) dilahirkan di Tanjung Senjulang pada tahun 1910, ia pernah tinggal di Malaysia yang gugur pada saat pertempuran di laut pada tanggal 13 Februari 1949, jasadnya tidak ditemukan. Adapun pekerjaan Panglima Adul dahulunya adalah membelok atau berjualan (berdagang) kain dan lainnya dengan perahu yang berasal dari di Tanjung Senjulang. Orang tuanya bernama Ahmad. Ia bertiga beradik sedangkan ia adalah yang tertua, kemudian adiknya bernama Syamsiah (istri Guru H. M. Daud Arif) dan Zaleha. Kemudian setelah menikah ia pindah ke Parit Selamat. Pada saat musim pertempuran, maka iapun turut handil untuk ikut mengusir penjajah. Sedangkan istrinya (Abdul Shamad) bernama Nurpiah dan ayahnya (Nurpiah) bernama Anjut.[4] Panglima Adul adalah keponakan Pasirah Asmuni, karena istri Pasirah dua beradik (saudara) dengan ibunya. Ia adalah Panglima BSM yang kedua gugur.
Ketika Guru Abdul Shamad yang masih sebagai Ketua Aliran SM melaporkan hasil peninjauan terhadap keadaan Belanda di Kuala Tungkal yang telah dilakukan sebelumnya. Setelah melalui jalan panjang, maka semua anggota rapat sependapat dengan segera membentuk satu angkatan laskar untuk menentang keganasan Belanda yang hendak menguasai tanah Indonesia ini pasca pengakuan kemerdekaan khususnya di Kuala Tungkal, maka dalam waktu yang relatif singkat terbentuk dan tersusun Laskar Rakyat yang bernama BSM yang semua anggotanya adalah rakyat Kuala Tungkal dan menyebarlah ke kawasan Tungkal Area. Kemudian ditunjuklah Guru Abdul Shamad sebagai pemimpin dengan diberi gelar atau julukan “Panglima” dan pada saat itu juga ia diangkat menjadi seorang Panglima.[5] Ketika itulah, pemimpin BSM yang pertama, yaitu Guru Abdul Shamad mendapat panggilan akrab yang lebih populer dengan sebutan “Panglima Adul”. Panglima adalah sebagai guru SM penerima ajaran yang menguasai ajaran tersebut dan mengajarkannya kepada para muridnya.[6]
Pemimpin BSM disebut atau diberi gelar Panglima. Adapun Panglima BSM yang dikenal sebanyak 4 orang. Mereka memimpin secara bergantian, maksudnya setelah panglima yang pertama gugur diganti oleh panglima kedua, seterusnya hingga yang keempat. Namun yang terakhir ini tidak digantikan lagi karena ia tidak gugur dan masih tetap hidup hingga tahun 1974. Begitu juga para petinggi TNI dan Polisi yang masih hidup pasca agresi, pada setiap front (basis) Komandannyapun berbeda yang memegang peranan penting dalam memimpin setiap pertempuran khususnya Front Tungkal Area. Setiap Front Besar memiliki Front Kecil yang mendukungnya, seperti halnya Dapur Umum Utama dan Dapur Umum Pembantu. Front Perjuangan biasanya bertempat yang sama di mana di sana adanya juga Dapur Umum. Adapun front dan Panglima BSM adalah sebagai berikut:[7]
1.       Front yang pertama adalah Front Seberang Kota yang meliputi beberapa desa, di antaranya Parit Selamat, Parit Keramat dan parit-parit di sekitarnya hingga Sungai Terap[8] Indragiri Hilir (Inhil). Parit Selamat terletak di Seberang Kuala Tungkal yang menyeberang menuju sungai Pengabuan kemudian masuk menyusuri sungai kecil jika hendak ke sana. Inilah front pertama tempat berdirinya BSM yang menjadi pemimpin pertamanya adalah Panglima Adul dibantu oleh TNI dalam beberapa kali penyerangan. Sedangkan Pimpinan TNI yang ditugaskanlah pada front ini sebagai pendamping Panglima Adul adalah Serma CPM A. Murad Alwi sebagai Komandan Sub Sektor Kuala Tungkal yang batasnya adalah sungai Pengabuan sampai seberang Kuala Tungkal.[9]
2.       Front kedua adalah Front Tungkal I. Front ini bermarkas di rumah Datuk Mangun tepatnya di Parit Gantung yang juga dijadikan sebagai Dapur Umum Tungkal I. Kawasan front ini meliputi beberapa desa, di antaranya Parit V, Parit VI, Parit VII, Parit VIII, Parit IX, Parit Bakau, Sungai Dualap, Sungai Punggur hingga Pangkal Duri (sekitar pantai Tanjung Jabung).[10] Sebagai Panglima yang pada front ini adalah kedua adalah Panglima H. Adul Hamid yang juga dibantu oleh TNI. Ia gugur setelah satu kali melakukan penyerangan terhadap markas Belanda di Kuala Tungkal. Sebagai Komandan TNI yang bergabung di front ini dipimpin oleh Letda A. Fattah Laside.
3.       Front ketiga adalah Front Pembengis yang terletak ±5 km dari Kuala Tungkal yang meliputi beberapa desa, di antaranya desa Pasar Arba’, Parit VIII Bram Itam, Sungai Saren, Parit Semau hingga Teluk Sialang. Berbeda dengan sebelumnya bahwa di front ini terdapat dua panglima, yaitu Panglima (Daeng) Camak yang gugur setelah melakukan penyerangan pertama kalinya ke pos-pos Belanda di Kuala Tungkal pada penyerangan terakhir. Tatkala ia mempimpin, sebenarnya pada waktu itu masih dalam kepemimpinan Panglima H. Saman. Setelah gugurnya Panglima Camak ini, maka iapun digantikdan oleh Panglima H. Saman yang menjadi panglima terakhir dari BSM yang tetap hidup hingga tahun 1974. Di front ini juga dibantu oleh TNI Serma Kadet Madhan AR sebagai Komandan.

A.    Penyerbuan BSM Pimpinan Panglima Adul [1]
Sebelum melaksanakan penyerangan kota, ada beberapa pesan yang disampaikan oleh Guru Abdul Shamad (Guru Adul atau Panglima Adul) kepada para anggota BSM, pesan ini kiranya dipatuhi betul dalam melaksanakan perjuangan. Di antara beberapa pesannya, yaitu:
1.       “Namanya juga Indonesia sudah merdeka, bersatu-padu PAS”. Maksud PAS adalah bersatulah kumpulan-kumpulan, bersatu-padu untuk Indonesia hidup bersama-sama.
2.       Mengenai peraturan perang, yaitu, “kalau berperang tidak boleh mundur kaki setapakpun, kalau mundur tidak ada (tidak akan) mendapat pahala lagi serta tidak sabil dan tidak syahid, yang berarti tidak yakin kepada Allah dan menghilangkan hakikat lรขilรขha illallรขh wallรขhu akbar yang menjaga kita”.
3.       “Kalau jumpa satu jurusan (sealiran), selama dalam jurusan Selendang Merah, semua bersaudara, saudara fiddun-yรข wal รขkhirah, semua berkumpul, saudara adik-beradik tidak boleh berbantah-bantah sampai ke anak cucu”.[11]
Pesan-pesannya itu begitu berkesan kepada para anak buahnya, sehingga pasukan BSM ini dapat dikatakan juga dengan Pasukan Berani Mati, yaitu pasukan yang berani menantang maut walaupun harus nyawa sebagai taruhannya. Dengan demikian, maka penyerbuan terhadap pasukan Belanda di kota dan menghancurkan musuh adalah tugas pokok yang paling utama dari BSM ini

1.       Rencana dan persiapan
Sebelum melakukan penyerbuan, Guru Abdul Shamad terlebih dahulu mengundang langsung para pejuang yang berani mati untuk melakukan penyerangan ke dalam kota dengan mendatangi ke desa-desa. Pasukan yang melakukan penyerangan berasal (datang) dari beberapa desa seperti dari Parit Palembang, Parit II (tempat berkumpulnya rombongan TNI pimpinan Letda A. Fattah Laside), Sungai Gebar, Parit VII Tungkal I, Parit Gompong atau Pembengis (tempat berkumpulnya rombongan Panglima Adul), Teluk Sialang, Sungai Terap, daerah hulu dan lain-lain. Pertama-tama anggota Pasukan Rakyat ini jumlahnya tidaklah banyak (sedikit), maklum karena relatif masih baru, sehingga belum banyak anak buah atau orang-orang yang ikut melakukan penggempuran itu berkemungkinan mereka adalah murid-murid Guru Abdul Shamad atau orang-orang yang kenal dekat dengannya. Pertempuran-pertempuran itu belumlah terkoordinasi dengan baik seperti halnya nanti setelah terbentuknya BSM.[12]
Pada siang harinya tanggal 5 Februari 1949, sebagai persiapan untuk melaksanakan konsolidasi dan penyerangan lebih lanjut, maka Komandan KODM Kuala Tungkal Letnan II A. Thaib Hanafiah memerintahkan kepada beberapa anggota TNI di antaranya Serma Abdullah Sani staf KODM Kuala Tungkal dengan “Surat Keterangan” untuk melancarkan rencana KODM yang mana bisa diselenggarakan di dalam wilayah Kuala Tungkal. diharap kepada Tuan-tuan penghulu, Kepala-kepala parit, alim-ulama dan Kepala pasukan rakyat agar dapat memberi bantuan sepenuhnya di mana perlu.[13]
Selanjutnya, dengan pimpinan Panglima Adul pada tanggal 5 Februari 1949, sekitar jam 20.00 malam bertempat di Parit Keramat/Selamat Tungkal III mulai mengadakan persiapan Laskar Rakyat guna mengadakan perlawanan terhadap tentara Belanda.[14] Dua hari berikutnya, yaitu tanggal 7/8 Februari 1949 (Senin malam Selasa) pasukan telah disiapkan dan tempat pemunduran jika keadaan memaksa telah ditentukan. Sebelum keberangkatan ke medan perang, dikumpulkanlah para pemuda dan siapa saja yang rela bergabung dan berjuang untuk menyerbu tentara-tentara musuh (Belanda) di kota Kuala Tungkal, maka tercantumlah sekitar 40-42[15] pemuda dari rakyat yang semuanya sudah mempelajari amalan SM sebelum Belanda menduduki Kuala Tungkal. Kemudian pasukan dibagi 4 (empat) bagian dan masing-masing dipimpin oleh Abdul Shamad, H. Saman, H. Nafiah dan Zainuddin.[16]

2.       Jalannya pertempuran
Dalam keadaan tentara Belanda sudah merasa aman dikarenakan tidak ada serangan atau gangguan dari TNI, maka pada jam 24.00 tengah malam, tiba-tiba mereka disibukkan oleh segerombolan orang, rupanya BSM mengadakan penyusupan dan penyerbuan ke Kuala Tungkal secara serentak dan mendadak. Pasukan BSM dengan 40-42 orang di bawah pimpinan Panglima Adul dari Parit Selamat menggunakan 9 (sembilan) perahu kecil (sampan jungkung), mendarat di belakang toko-toko dan berpencar ke pos-pos penjagaan musuh dengan cara bagaikan “mengintip rusa pada waktu berburu, satu lawan satu atau dua lawan satu, kapak atau tikam lari, mundur kembali dan menghilang kemana saja keluar kota.[17]
BSM mempersenjatakan diri mereka dengan parang, pisau, keris, tombak dan senjata tajam lainnya yang berangkat dari Parit Selamat menuju Kuala Tungkal. Ketika mereka mengadakan penyerbuan ke Kuala Tungkal, saat itu tentara Belanda sedang berfoya-foya atau berpesta (bersenang-senang) dengan mabuk-mabukkan dan lainnya untuk merayakan hari kemenangan mereka setelah menduduki kota Kuala Tungkal pada tanggal 21 Januari 1949 yang lalu. Di saat kelengahan inilah para pemuda tersebut menyerbu tentara-tentara Belanda tersebut. Pada saat itu pasar lama berada di tepi laut, di jembatan pelabuhan di pasang lampu-lampu petromaks[18] oleh Belanda. Penyerangan pertama kali yang dilakukan oleh BSM adalah dengan cara menghancurkan (menghabisi) lampu-lampu tersebut agar keadaan di pelabuhan gelap dan kesempatan untuk mengobrak-abrik apa dan siapa saja yang ada. Tentara Belanda sama sekali tidak menduga sebelumnya akan adanya serangan yang mendadak. Di saat kelengahan inilah para pemuda tersebut melakukan penyerbuan. Pertempuran ini berlangsung selama 9 jam, yaitu dari jam 24.00 tengah malam dan berakhir pada jam 09.00 pagi.[19]
Dalam penyerbuan ini dilaporkan bahwa ada belasan korban tewas/mati terbunuh dari pihak musuh (tentara Belanda), mereka dirincah (ditebas) dengan senjata tajam seperti parang bungkul, mandau dan lainnya yang mana di antaranya terdapat tentara yang berpangkat Kapten dan banyak juga yang luka berat dikarenakan penyerangan dilakukan secara tiba-tiba (mendadak). Pada malam itu juga yang menjadi korban mati dan cedera dari pihak tentara Belanda langsung dibawa oleh teman-temannya dengan kapal menuju Tanjung Pinang atau Palembang.[20] Sangat disayangkan bahwa korban penyerangan tak dapat dicatat dengan pasti. Penyerangan pertama ini berhasil dengan baik walaupun ada 2 orang gugur, yaitu Arup bin Wahid dan A. Rachman, 3 orang luka berat, 1 orang luka ringan dan 2 orang ditawan.[21] Pada penyerbuan pertama ini, TNI belum ikut dan bergabung dengan BSM karena pada saat itu sedang melaksanakan konsolidasi interen mengenai persiapan senjata.

3.       Berakhirnya pertempuran
Setelah berhasilnya penyerangan pertama BSM terhadap pos Belanda di pelabuhan, keesokan harinya, tersebar dan terdengarlah berita orang membicarakan di mana-mana, di tiap-tiap parit dan setiap Kepenghuluan para anggota teras BSM bermusyawarah.[22] Menambah keyakinan masyarakat terhadap keampuhan amalan SM. Beberapa hari setelah penyerangan BSM terhadap Belanda itu, maka mulailah BSM dikenal luas dan banyaklah rakyat yang berminat untuk menjadi anggotanya dan menyampaikan keinginan mereka untuk bertempur menyerang pertahanan tentara Belanda di Kuala Tungkal khususnya para pemuda yang berminat ingin masuk menjadi anggotanya kemudian bersatu-padu untuk mempelajari dan mengamalkan ajaran SM yang masing-masing mereka ingin membesarkan barisan rakyat ini untuk kepentingan bersama, yaitu menentang keganasan Belanda yang hendak menguasai tanah Indonesia ini pasca pengakuan kemerdekaan.
Setelah munculnya BSM yang dipelopori oleh Guru Abdul Shamad yang selanjutnya dikenal dengan nama Panglima Adul, maka muncullah semangat dan kekuatan dalam jiwa rakyat untuk merebut kembali Kuala Tungkal.

Gambar 2: Lukisan penyerangan BSM ke kapal Belanda
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjDffzSz0L03xR2mw-2TA-C3XNcbWrk_Q0dUUlvbiavGl54aKROcnPYIqx3G7-5pxklDNwuCb-NNLCHPrigdhFPLNbYYGCGZS4oiq8lNnwC9q4ECV_4LIoA4wUNb33nKZYBONleg4z0gv89/s1600/Pertempuran+di+Kuala+Tungkal+2.JPG


B.     Penyerbuan BSM dan Gugurnya Panglima Adul [2]
Sebelum terjadinya penyerangan laut yang dipimpin oleh Panglima Adul, istrinya Nurpiah bermimpi tatkala Panglima Adul melakukan penyerbuan pada permulaan kalinya. Mimpinya yaitu, “banyak orang yang memakai pedang, singgah ke rumah, salah seorang pejuang memberi sepucuk surat yang mana isi surat itu adalah bahwa “Panglima Adul ditembak oleh pembesarnya”, maka istrinyapun menangis. Setelah melakukan penyerbuan pertama itu, Panglima Adul pulang ke rumahnya. Kemudian Panglima Adul bertanya kepada istrinya: “Apa istriku mimpi?” Istrinyapun menjawab sambil menceritakan mimpinya tersebut. Panglima Adul berkata: “Kalau engkau menangis, kalahlah aku, jika engkau tidak menangis, menanglah aku”.
Rupanya persiapan berperang ini sudah dilakukan sejak jauh-juah hari, yaitu setelah didudukinya kota Kuala Tungkal oleh tentara Belanda. Ketika tinggal di Parit Selamat, ia sering mengajarkan amalan, cara bertempur dan bagaimana cara memasang SM kepada orang yang ingin mencoba keampuhannya kepada 2 sampai 4 orang yang mendatangi rumahnya dari berbagai parit yang hampir setiap hari begitu juga dari Kuala Tungkal. Ia sering pula mengajar amalan SM ini ke berbagai kampung yang dekat dengan kampungnya, begitu juga di Kuala Tungkal. Sehari sebelum keberangkatan, Panglima Adul masih sempat sholat subuh berjamaah bersama istrinya Nurpiah di rumahnya, terus dengan memanjatkan doa kepada Allah hingga pagi harinya. Kemudian pada jam 06.00 pagi iapun bersiap-siap untuk pergi ke front perjuangan Parit Bakau memakai pakaian untuk berperang dengan baju dan celana hijau polos yang didapatnya ketika di Kuala Tungkal layaknya seperti tentara yang siap sedia untuk bertempur. Sebelum berangkat iapun berpesan kepada sang istri: “jika Belanda datang, janganlah mundur lari!”.[23] Ternyata inilah pertemuan dan pesan terkahir Panglima Adul kepada istrinya yang tidak ada pertemuan lagi setelah hari ini.

1.       Rencana dan persiapan
Panglima Adul sebagai Panglima BSM yang telah berhasil melakukan penyerbuan terhadap kedudukan Belanda di Kuala Tungkal pada waktu pertama kali beberapa hari yang lalu, mencoba lagi untuk melakukan penyerangan yang kedua kalinya. Tetapi kali ini sangat berbeda karena sasarannya adalah kapal Belanda di laut yang bergabung dangan pasukan CPM yang dipimpin oleh Serma CPM A. Murad Alwi.[24] Menurut cerita bahwa saat-saat awal sebelum dimulainya pertempuran besar dan dahsyat ke dalam kota, senjata yang ditembakkan Belanda tidak meletus (berbunyi), tidak diketahui apa penyebab dan amalan BSM yang sesungguhnya.[25]
Beberapa hari setelah penyerbuan pertama, pada hari Sabtu tanggal 12 Februari 1949, sebelum keberangkatan untuk melakukan penggempuran, semua anggota BSM terlebih dahulu berkumpul melakukan persiapan seperti memakai SM dan amalan-amalan yang akan dikerjakan nantinya tatkala menyerang musuh. Kemudian diadakan seleksi para pemuda rakyat yang ingin bergabung dan berjuang untuk melakukan penggempuran[26] dengan didampingi oleh Serma Kadet Madhan AR dan Serma CPM Buimin Hasan. Seleksi dimulai dari Kampung Laut sampai ke Kuala Tungkal yang dibangun beberapa pos penjaga di dalam hutan bakau, guna memberi tahu dengan kode kalau kapal perang Belanda masuk. Sekitar jam 22.00 malam kapal perang Belanda (Landing Craft) terlihat di tengah laut. Serma CPM A. Murad Alwi dan Serma CPM Buimin Hasan sebagai Komandan taktis anggota BSM sudah siap di perahu-perahu yang ditentukan. Dari tengah laut kapal perang Belanda memasang lampu sorot yang ditujukan ke daerah Pelabuhan.[27]
Sebelum keberangkatan, Pasukan Gabungan berkumpul di sebuah masjid di Parit Bakau, kepada anggota yang ingin berangkat menyerang Belanda ada piturunnya[28] terlebih dahulu diberikan makan sahang (merica) , maka oleh seorang Guru yang bernama H. Basri Anwari (yang dikenal Guru Bakau) yang kemudian ditanyakan kepada para anggota, pedas ataukah tidak. Jika merasa kepedasan, maka anggota tersebut boleh untuk berangkat menyerbu. Kemudian diberikan air minum/air putih dengan jampi-jampi oleh Guru tersebut. Secara khusus, setelah minum air tersebut, maka akan merasa lupa dengan bahaya dan timbul keberanian, tidak ada sedikit terpikir untuk mundur.[29] Setelah itu, setiap anggota diberikan SM yang telah disediakan oleh Guru Abdul Shamad yang dijahit oleh anaknya sendiri Amir Hamzah dan seorang Polisi bernama Jahri dan sebagai penulisnya atau mencetak (menulis rajah-rajah) SM yang berisi 12 ‘azimat itu adalah Guru Bakau. Memakainya dengan cara disemat 3 kali dengan kancing dawai[30] atau alat lain yang dapat menyambung di hujung SM itu.
Rencana pertama, pasukan hendak berangkat dari pangkalan (front) Seberang Tungkal desa Parit Api-api pada jam 02.00 malam, dikarenakan air pasang, maka pasukan menunggu. Hingga jam 04.00 subuh, kemudian pasukan keluar dari pangkalan (masjid) ke kuala dengan memakan waktu 1 jam sampai di pinggir laut pada jam 05.00 subuh sehingga waktu sudah hampir kesiangan agak jelas kelihatan keadaan sekeliling. Dalam perhitungan militer, pada waktu itu tidak mungkin untuk melakukan penyerangan terhadap Belanda di laut karena sudah hampir siang. Pada waktu itu pasukan ada yang ragu dengan berpikiran jika berangkat menyerang pada saat ini bisa dicegat oleh tentara Belanda di jalan.[31]
Padahal sebelum keberangkatan itu juga, ketika di Parit Bakau Panglima H. Saman yang ketika itu masih menjadi bawahan/prajurit Panglima Adul dan belum menjadi seorang Panglima sudah mentangatinya (mengingatkan dengan keras kepadanya) agar “jangan berangkatlah karena sudah kesiangan!” katanya, namun peringatan itu tidak digubris oleh Panglima Adul dan iapun tetap berangkat. Mengingat ketika air baru (lambat) pasang pada subuh itulah Panglima H. Saman urung untuk (tidak) ikut bersama Panglima Adul.[32] Peristiwa inilah yang yang selanjutnya menjadikannya sebagai Panglima BSM baru.

2.       Jalannya pertempuran
Sekali maju tetap maju, walaupun sudah banyak korban di pihak BSM, namun perlawanan tetap dilanjutkan, maka sesudah pertempuran di Kuala Tungkal tepatnya pada tanggal 13 Februari 1949 (subuh Minggu), BSM bergabung bersama CPM sebagai Komandan Serma CPM A. Murad Alwi melakukan penyerbuan dengan perahu dayung menyeberang laut dengan kekuatan 105-117 orang menggunakan 11-12 perahu dayung (sampan)[33] dan sebagai Komandan perang Panglima Adul yang menghadapi 3-4 kapal/motorboat Belanda hampir bersamaan. Kejadian di mulai sekitar jam 05.30 pada waktu hampir pagi.
Dalam keadaan hari kelam, apakah karena disebabkan kedengaran bunyi berbaca-baca atau sentuhan pengayuh ke perahu. Ketika perahu-perahu sampai di tengah laut, Pasukan Gabungan dapat disorot oleh senter kapal perang Belanda dan dicegat. Kemudian sebuah kapal motor Belanda mendekati perahu[34] pasukan bagian depan, terlihat pertama kali 1 (satu) kapal perang Belanda ukuran BO, mereka memerintahkan semua pasukan yang berada di perahu untuk mengangkat tangan agar menyerah sembari memberikan tembakan peringatan.[35] Perahu terdepan sangat dekat dengan kapal Belanda berjarak sekitar ±25 meter saja. Panglima Adul bersama segera melepaskan tembakan yang ditujukan kepada tentara Belanda yang berada di atas kapal. Seketika itu juga Serma CPM A. Murad Alwi dengan Serma CPM Buimin Hasan bersama rekan-rekannya ikut menembak tentara Belanda yang ada di kapal tersebut, terjadilah kontak senjata yang tidak bisa dihindarkan.
Pada barisan terdepan, ada 11 orang dengan 1 perahu pertama berhadapan langsung yang dikomandoi oleh Panglima Adul yang tegak berdiri di depan/ujung perahu dengan 2 pistol di tangan kanan dan kiri sambil melepaskan tembakan dan tidak lupa juga membawa parang bungkulnya. Sedangkan Serma CPM A. Murad Alwi yang berada di belakang Panglima Adul menembakkan karabin sambil melihat keberanian Panglima Adul. Di dalamnya terdapat 8 orang dari BSM dan 3 orang dari CPM, yaitu Komandan Serma CPM A. Murad Alwi dan 2 orang anggotanya yang gugur, yaitu Kopral Badari dan Kopral Muhammad. Sedangkan anggota CPM lain Serma CPM Buimin Hasan dan anggota BSM lain berada pada perahu urutan ketiga. Saat terjadi tembak-menembak yang gencar dari kedua belah pihak, tentara Belanda yang berada di atas kapal memuntahkan pelurunya ke arah sampan Panglima Adul atau pasukan pada perahu pertama, akan tetapi peluru yang keluar tersebut melenceng (meleset) naik ke samping kanan-kiri dan atas Panglima Adul.[36]
Setelah beberapa saat, kemudian Panglima Adul terjun/melompat ke dalam air (laut) berenang mendekati kapal Belanda dan hendak menyerbu mereka yang berada di atasnya dengan maksud akan menaikinya dan mengamuk di sana (dalam kapal itu).[37] Sebelum ia naik kepal itu, terlebih dahulu ia memegang jangkar kapal itu. Bagitu pintu Landing Craft (LC) dibuka, semua lampu sorot dipasang tentara Belanda sembari memuntahkan peluru senapan mesin ke arah perahu BSM. Karena terang-benderang, Belanda mulai menyerang BSM dengan mudah. Kemudian Panglima Adul diberondong dengan senapan mesin kapal itu oleh tentara Belanda, kemudian meninggal yang mayatnyapun tidak dapat ditemukan lagi. Kemudian iapun gugur di tempat kejadian menjadi syuhada.[38]
Menurut keterangan seorang saksi mata bahwa Panglima Adul sudah mendekati ke kapal tersebut dan sewaktu ianya menggapai dinding kapal itu, ia dibidik musuh dengan senjata otomatis sehingga hilang di pandangan mata.[39] Dari banyak sumber menyatakan bahwa Panglima Adul gugur karena disebabkan keadaan yang sangat sulit untuk mengadakan pengunduran setelah mengadakan penyerangan. Pada umumnya para korban tenggelam bersama perahunya ke dalam laut muara sungai Tungkal.[40]
Setelah tentara Belanda berhasil menumbangkan Panglima Adul, tindakan mereka tidak cukup sampai di situ, selanjutnya mereka menghantam senjata karabin yang pegang oleh Serma CPM A. Murad Alwi yang berada di belakangnya. Tentara Belanda menembaki perahu yang dinaiki Panglima Adul dan 9 orang gugur dan 2 orang selamat yang masih hidup jatuh ke laut, yaitu Serma CPM A. Murad Alwi dan Saleh[41] yang jari tangannya putus karena ditembak Belanda, juga menghantamkan tembakan mesinnya ke arah (beberapa buah) perahu pasukan lainnya yang berada di belakangnya lainnya. Selain itu, mereka yang gugur di antaranya Ahmad Kosasih, Syamsuri, Ismail dan lain-lain.
Kemudian datanglah menyusul 2 (dua) kapal perang Belanda membantu menggempur perahu yang lain. Setelah Belanda membantai (menghancurkan) perahu pasukan rakyat dan kemudian mereka jatuh ke dalam air, tentara Belandapun mengarahkan dan menembakkan senapan mesinnya ke BSM yang telah jatuh tak berdaya di atas air tersebut.[42] Sehingga mereka berkecapangan[43] mati lemas, walaupun masih ada di antara mereka yang masih sempat melarikan diri. Bagi pasukan yang perahunya hancur tetapi masih selamat, mereka berenang menuju pantai sekuat tenaga. Sedangkan bagi yang berada di belakang dan masih berada jauh dari kapal berada mereka mendayung sampannya sekuat tenaga pula kembali menuju ke pangkalan/Seberang Kuala Tungkal atau berenang menuju pantai Tungkal/Tangga Raja Ulu atau ke daerah lainnya yang aman.
Menurut cerita lain, bahwa bukan hanya dari kapal saja tentara melakukan penembakan, tetapi juga dari loteng-loteng rumah yang berada di tepi laut. Pertama-tama mereka hanya menghantam perahu-perahu saja, tetapi setelah itu mereka menembakkannya pula ke arah pasukan yang sudah terpelanting di atas air, sehingga mereka mati terkapar.[44]
Dalam pertempuran ini, sebanyak 20-37 orang[45] BSM gugur termasuk Panglima Adul, dengan 6 (enam) perahu yang hancur termasuk di dalamnya 2 (dua) orang CPM, yaitu Kopral Badari dan Kopral Muhammad. Sedangkan 15-20 (dua puluh) orang anggota BSM termasuk anggota CPM lainnya luka-luka termasuk Serma CPM A. Murad Alwi yang luka tertembak tangannya[46] dan hancur kupiahnya.[47] Serma CPM Buimin Hasan bersama anggota pasukan lainnya dapat pula menyelamatkan diri dan mendarat di pantai dengan 5 (lima) perahu terus menuju pantai Kuala Tungkal. Sedangkan dari pihak musuh banyak menderita kerusakan dan korban jiwa tidak dapat diketahui.[48]

3.       Berakhirnya pertempuran
Mendengar kisah dari salah seorang pejuang yang sempat menyelamatkan diri, yaitu CPM A. Murad Alwi, pada saat itu air masih pasang, dengan menjadikan ilung[49] yang mengantar sampai ke tepi pantai Kuala Tungkal, ketika tinggi matahari sekitar jam 09.00 pagi. Setelah sampai di tepi pantai, tepatnya di Tangga Raja Ulu yang dekat dengan pertahanan Belanda. Walaupun nafas terengah-engah, namun jiwa tetap semangat dengan memegang sebilah keris, namun saat melihat darah timbul sedikit rasa takut. Kemudian kain yang dipakai tersebut digunakan untuk mengikat tangan yang luka sambil bersembunyi di rawa-rawa. Kemudian terus berjalan tanpa alas kaki di daerah yang penuh dengan pagar kawat berduri, yaitu daerah kekuasaan Belanda. Seteleh melewati medan daerah berpagar kawat berduri, medan yang begitu sulit kemudian berjalan menuju Parit Gompong sampai jam 17.00 sore sambil menghindari tembakan-tembakan Belanda hingga sampai ke kuala Parit Gompong.
Dalam hujan peluru tentara Belanda itu, Serma CPM A. Murad Alwi berusaha untuk mencapai pantai Tangga Raja Ulu Kuala Tungkal, dengan cara mengambang dalam air, bernafas hanya melalui hidung yang diusahakan tetap berada di atas permukaan air. Setelah dengan sesudah payah berhasil mendarat di Tangga Raja Ulu, Serma CPM A. Murad Alwi baru menyadari kalau tangan kirinya tembus kena peluru yang ditembakkan Belanda. Dari Tangga Raja Ulu, Serma CPM A. Murad Alwi segera menuju Parit Gompong di mana dia bertemu nelayan yang sedang menangkap ikan dengan perahu, ia kemudian membawanya ke tempat peristirahatan, yaitu ke Pasar Arba’ untuk mendapatkan pertolongan dan perawatan. Di daratpun Belandapun terus melakukan tembakan.[50] Seperti halnya juga Malik yang terluka dan masih sempat dibawa oleh temannya naik di Pabrik Kicum di jalan Harapan Ujung dan kemudian langsung dibawa melalui jalan darat dari Pembengis di antara mereka ada yang hanyut sampai ke Kuala Bram Itam dan sampai ke Pasar Arba’.[51] Dari merekalah didapatkan kisah-kisah heroik ini.
Setelah kejadian tersebut, dicoba untuk melakukan pencarian terhadap Panglima Adul yang juga dilakukan oleh Panglima H. Saman. Menurut seorang guru, “bahwa kita tunggu terlebih dahulu selama 3 hari”, ternyata tidak ada muncul. Kemudian “ditunggu saja lagi selama 7 hari”, juga tidak muncul. Pada akhirnya “ditunggu hingga 40 hari” hingga sekarang, iapun tidak muncul juga. Kemungkinan kajian yang ia pelajari ada sedikit kurang. Jika tidak kurang, maka ia akan timbul kembali.[52]
Itulah perjuangan BSM, dikarenakan ketika itu telah muncul kekuatan dan semangat yang besar untuk mengadakan penggempuran laut dan dengan persiapan yang matang, walaupun pada akhirnya tetap melakukan penggempuran dengan semangat jihรขd atau heilige oorlog dengan mengobarkan perang suci, gugur dalam berjuang membela agama, nusa dan bangsa adalah mati syahid.
Setelah terjadi perang laut itu, maka keadaan berhenti sementara (beberapa hari) untuk melakukan persiapan penggempuran selanjutnya. Mengingat situasi yang tidak memungkinkan, kemudian setelah diadakan perundingan oleh petinggi BSM, maka front yang semula di seberang kota itu dipindahkan ke Pembengis.[53][]
Gambar 3: Lukisan penyerangan BSM ke kapal Belanda
DAFTAR PUSTAKA

Buku/Catatan
Ali, Kasthalani, Salinan Kembali Catatan Riwayat Perjuangan: Sejarah Ringkas Perlawanan Pasukan Selempang Merah Tergabung Dalam Pasukan yang Berada di Kuala Tungkal Melawan Tentara Kolonial Belanda Sejak Tanggal 7 Februari s/d 15 Mei 1949, Kuala Tungkal, 15 Mei 1950.
DHD Angkatan ’45 Propinsi Jambi, Perjuangan Kemerdekaan RI (1945-1949) di Propinsi Jambi [draft], (Jambi, 1988).
Nashruddin, Abdul Mukti, Jambi Dalam Sejarah Nusantara, Jambi: 1989.
Masdar, H., Sejarah Perjuangan Tanjung Jabung Tungkal Area Front, Tt.
Soedarsno, Raden, Sejarah Perjuangan Perang Kemerdekaan Republik Indonesia (PKRI) di Daerah Jambi, Jambi, 1975.
Surat Keterangan Kepada Abdullah Sani, (5 Februari 1949).
Yani AZ, Ahmad, Memeluk Cermin yang Sesaat Buram: Balada Perjuangan Perang Kemerdekaan TNI Bersama Barisan Selempang Merah dan Rakyat Tanjung Jabung Tahun 1949, Kuala Tungkal, 10 Juli 1999.

Wawancara
Abdul Murad, Wawancara, (Kamis, 15 Agustus 2013).
A. Murad Alwi, Wawancara oleh Muntholib SM, (Minggu, 20 Juni 1982).
Mukhtar, Wawancara, (Minggu, 14 April 2013).
Nurpiah, Wawancara, (Minggu, 14 Juni 2013).
Muhammad Ali, Wawancara, (Selasa, 16 Juli 2013).
Amir Hamzah, Wawancara, (Jum’at, 20 September 2013).
Zulkarnain Idris, Wawancara oleh Muntholib SM, (Kamis, 17 Juni 1982).


[1]    Catatan singkat ini disusun kembali di Kuala Tungkal, 5 Oktober 2016.
[2]    Zulkarnain Idris, Wawancara oleh Muntholib SM, (Kamis, 17 Juni 1982).
[3]    Yani. AZ, Memeluk Cermin yang Sesaat, hlm. 20.
[4]    Nurpiah, Wawancara, (Minggu, 14 Juni 2013).
[5]    DHD Angkatan ’45 Propinsi Jambi, Perjuangan Kemerdekaan RI (1945-1949) di Propinsi Jambi [draft], (Jambi, 1988), hlm. 117.
[6]    A. Murad Alwi, Wawancara oleh Muntholib SM, (Minggu, 20 Juni 1982).
[7]    Zulkarnain Idris, Wawancara oleh Muntholib SM, (Kamis, 17 Juni 1982). Perlu diketahui bahwa BSM ini sebenarnya dibentuk juga hampir di setiap parit/desa dalam Kepenghuluan di Tungkal Area, karena anggota BSM banyak berasal dari desa-desa yang jauh seperti Pangkal duri, Teluk Sialang hingga Teluk Nilau.
[8]    Dalam suasana agak aman, walaupun terasa masih dalam keadaan genting, di desa Sungai Terab ini diadakanlah latihan perang untuk pertempuran selanjutnya. Di tempat ini banyak mata-mata Belanda yang mati dirucuh (dibunuh). Di antara pelatihnya adalah Sakiban, KPW Ismail dan lain-lain. Di antara latihannya adalah merayap dan menggunakan senjata-senjata tradisional seperti parang bungkul, buluh paring dan lain-lain. Muhammad Ali, Wawancara, (Selasa, 16 Juli 2013).
[9]    A. Murad Alwi, Wawancara oleh Muntholib SM, (Minggu, 20 Juni 1982).
[10] Daerah pantai Tanjung Jabung Barat yang berbatasan dengan Tanjung Jabung Timur.
[11] Amir Hamzah, Wawancara, (Jum’at, 20 September 2013).
[12] Amir Hamzah, Wawancara, (Jum’at, 20 September 2013).
[13] Surat Keterangan Kepada Abdullah Sani, (5 Februari 1949).
[14] DHD Angkatan ’45 Propinsi Jambi, Perjuangan Kemerdekaan RI, hlm. 161.
[15] Ada juga yang mengatakan bahwa yang turut dalam penyerbuan ini sebanyak 40 atau 41 orang, namun menurut cerita dari mulut ke mulut sebanyak 42 orang. Sejarah Perjuangan Tanjung Jabung, hlm. 3. Ali, Salinan Kembali Catatan, hlm. 1.
[16] DHD Angkatan ’45 Propinsi Jambi, Perjuangan Kemerdekaan RI, hlm. 166. Yani. AZ, Memeluk Cermin yang Sesaat, hlm. 21.
[17] Nashruddin, Jambi Dalam Sejarah, hlm. 512.
[18] Lampu yang menggunakan kaus sebagai sumbu, dinyalakan dengan batuan nyala spiritus, bahan bakar yang berupa minyak tanah disemburkan ke sumbu kaus oleh udara yang dipompakan.
[19] A. Murad Alwi, Wawancara oleh Muntholib SM, (Minggu, 20 Juni 1982).
[20] Nashruddin, Jambi Dalam Sejarah, hlm. 512.
[21] DHD Angkatan ’45 Propinsi Jambi, Perjuangan Kemerdekaan RI, hlm. 166.
[22] Nashruddin, Jambi Dalam Sejarah, hlm. 512.
[23] Nurpiah, Wawancara, (Minggu, 14 Juni 2013).
[24] Nashruddin, Jambi Dalam Sejarah, hlm. 516.
[25] Abdul Murad, Wawancara, (Kamis, 15 Agustus 2013).
[26] Nurpiah, Wawancara, (Minggu, 14 Juni 2013).
[27] Soedarsono, Sejarah Perjuangan PKRI, hlm. 37-38.
[28] Mukhtar, Wawancara, (Minggu, 14 April 2013).
[29] A. Murad Alwi, Wawancara oleh Muntholib SM, (Minggu, 20 Juni 1982).
[30] Amir Hamzah, Wawancara, (Jum’at, 20 September 2013).
[31] A. Murad Alwi, Wawancara oleh Muntholib SM, (Minggu, 20 Juni 1982).
[32] Mukhtar, Wawancara, (Minggu, 14 April 2013).
[33] Mengenai jumlah yang turut dalam pertempuran ini berbeda-beda pada setiap catatan, ada yang mengatakan 107 orang dengan menggunakan 12 perahu. Ali, Salinan Kembali Catatan, hlm. 1. Sejarah Perjuangan Tanjung Jabung, hlm. 4. DHD Angkatan ’45 Propinsi Jambi, Perjuangan Kemerdekaan RI, hlm. 168-169.
[34] Kapal BO Belanda begitu cepat, laju menyasah (menghampiri) perahunya.
[35] Dalam catatan lain disebutkan bahwa sebuah kapal mendekati perahu itu dengan melambaikan tangan seolah-olah memanggil. Tidak diketahui apakah gerakan Pasukan Gabungan ini ada yang berkhianat dengan melaporkan sebelumnya kepada Belanda atau memang Belanda mengetahui dan melihat sendiri, karena hari mulai terang menjelang pagi.
[36] A. Murad Alwi, Wawancara oleh Muntholib SM, (Minggu, 20 Juni 1982). DHD Angkatan ’45 Propinsi Jambi, Perjuangan Kemerdekaan RI ... [draft], hlm. 227.
[37] Nashruddin, Jambi Dalam Sejarah, hlm. 516. Ada juga yang mengatakan bahwa ia sambil beteriak di haluan (di bagian terdepan) sampan kemudian timbul cahaya putih dan menghilang. Ada juga yang mengatakan bahwa ia naik ke kapal Belanda, ia ditembak, namun masih dapat 3 kali timbul setelah itu langsung hilang tenggelam. Nurpiah, Wawancara, (Minggu, 14 Juni 2013).
[38] Di sini ada 2 (dua) hal yang masih menjadi pertanyaan besar bagi generasi selanjutnya, apakah ia meninggal kemudian jasadnya dibawa oleh Belanda, ataukah ia meninggal kemudian jasadnya tenggelam atau hanyut di laut. Dua pertanyaan yang hingga kini belum/tidak dapat ketahui jawabannya.
[39] Nashruddin, Jambi Dalam Sejarah, hlm. 516.
[40] Sejarah Perjuangan Tanjung Jabung, hlm. 4.
[41] Saleh tinggal di Olak Kemang Seberang Kota jambi. Sedangkan Abangnya bernama Idris tewas pada saat itu. Saleh dapat melarikan diri ke tepi pantai sungai Tungkal.
[42] A. Murad Alwi, Wawancara oleh Muntholib SM, (Minggu, 20 Juni 1982). DHD Angkatan ’45 Propinsi Jambi, Perjuangan Kemerdekaan RI ... [draft], hlm. 227. Menurut cerita yang penulis dengar bahwa ada di antara mereka yang potel (putus) kepalanya, badannya hancur berkeping-keping terkena meriam dan mortir yang ditembakan tentara Belanda tersebut.
[43] Seperti orang yang minta tolong hendak tenggelam karena tidak bisa berenang.
[44] Abdul Murad, Wawancara, (Kamis, 15 Agustus 2013).
[45] Mengenai jumlah yang gugur ketika pertempuran ini berbeda-beda pada setiap catatan, ada yang mengatakan 20, 25, 30 dan 37. Ali, Salinan Kembali Catatan, hlm. 1.
[46] A. Murad Alwi, Wawancara oleh Muntholib SM, (Minggu, 20 Juni 1982).
[47] Muhammad Ali, Wawancara, (Selasa, 16 Juli 2013).
[48] Ali, Salinan Kembali Catatan, hlm. 1.
[49] Sejenis tumbuh-tumbuhan yang oleh masyarakat Kuala Tungkal disebut juga dengan sampah-sampah laut atau sungai.
[50] A. Murad Alwi, Wawancara oleh Muntholib SM, (Minggu, 20 Juni 1982).
[51] Muhammad Ali, Wawancara, (Selasa, 16 Juli 2013).
[52] Nurpiah, Wawancara, (Minggu, 14 Juni 2013).
[53] Abdul Murad, Wawancara, (Kamis, 15 Agustus 2013).
Share this article :

1 comment:

  1. AGEN BANDARQ, AGEN DOMINO, BANDARQ TERPERCAYA, DOMINO ONLINE, BANDAR POKER, ADUQ, CAPSA SUSUN
    **----------------------------**-----------------------------**
    Agent Judi Online TERPERCAYA di Indonesia
    Hanya dengan 1 User ID bisa bermain 7 GAME :
    ADU Q
    BANDAR Q
    DOMINO QQ
    POKER
    CAPSASUSUN
    BANDAR POKER
    SAKONG ONLINE ( NEW )
    ---------------------------------------------------------------**
    Kami juga menyediakan Bonus-Bonus Untuk Anda Semua :
    * BONUS ROLLINGAN 0,3% (Dibagikan setiap 5 hari sekali)
    * BONUS REFFERAL 15% ( Seumur Hidup )
    ------------------------------------------------------------------**
    Permainan di Rajabandarq murni 100% PLAYER vs PLAYER tanpa BOT (ROBOT)

    Kami berkerjasama dengan 6 bank lokal yang siap melayani anda
    - BCA
    - BNI
    - BRI
    - MANDIRI
    - DANAMON
    - CIMB

    Dapatkan jutaan rupiah setiap hari nya hanya ada di sini ayuk buktikan dan segera daftarkan diri anda
    =================================================================================
    binggung mau lihat film dewasa dimana silakan kunjungi situs kami dan klik di bawah ini
    FILM DEWASA

    ReplyDelete

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. Tanjab Tempo Doeloe - All Rights Reserved
Original Design by Creating Website Modified by Adiknya